Aku masih mengurung diri di kamar, rasanya sesak sekali ternyata kalau baru diputusin sama pacar. Sudah sekian kali aku mencoba memahami kamu, tapi mungkin aku memang tak kan pernah mampu. Kita berpisah dalam kesendirian, diiringi deras hujan yang ikut menambah suasana dukaku.
Aku harus bercerita kepada seseorang, tapi kepada siapa? Siapa yang mau mendengarkan dukanya orang yang lagi patah hati?
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselku.
Mi, kamu lagi nganggur nggak? – Andi
Ah, ya, tiba-tiba aku ingat, Andi pasti mau mendengarkan cerita putus cinta ini. Dia tipe ” tong sampah” yang seneng banget nasihatin orang atau sekadar mendengarkan keluh kesah temannya, oke, terutama keluh kesahku.
Ndi, aku mau curhat. Nanti kalo abis ujan, kamu mau main ke rumahku nggak? – Delivered to Andi
Aku tunggu 5 menit, 10 menit sampai setengah jam tapi Andi nggak segera membalas pesanku. Mungkin dia juga sedang sibuk, pikirku. Aku kembali bergelung di balik selimut tebalku. Hujan sudah mulai reda, menyisakan rintik dan pelangi yang tampak dari balik jendela. Harusnya sih terlihat romantis, tapi buatku malah menambah luka hati.
”Mi, Mia, ada Andi di bawah. Katanya mau ketemu kamu.”
Suara Mama dari balik kamar.
”Andi? ”
Ternyata cowok itu malah udah dateng ke rumahku. Tuh kan, dia tipe listener yang baik.
”Aku turun bentar lagi, Ma. Andi disuruh nunggu dulu, ya.”, aku menghapus air mata yang masih jatuh. Wajahku memerah dan mataku bengkak, sepertinya air mata yang aku alirkan untukmu telah membuatku jadi seperti badut.
Aku melangkah menuju ruang tamu, melihat Andi duduk slengean di sana sambil ngobrol sama Mama. Andi memang sudah menjadi sahabat dekatku sejak SMA, Mama juga lebih suka sama dia daripada sama kamu. Kamu nggak tahu kan? Karena aku nggak pernah tega ngomong itu sama kamu. Sebenarnya aku juga suka sama Andi, tapi aku menutupinya dari semua orang. Lagian aku takut persahabatan kami bakal hancur Cuma gara-gara dia nggak suka sama aku.
”Ndi, kita ngobrol di teras yuk.”, Ajakku.
”Oke, permisi dulu ya Tante.”, Andi membawa segelas es jeruk yang masih diminumnya serta menenteng sebuah plastik berwarna hitam.
Aku bercerita banyak padanya. Sesekali sesenggukan dan Baju Andi terpaksa basah jadi korban. Maklum, aku menangis di bahunya. Hanya bahu itu yang mampu menampung airmataku sebanyak itu. Ia membuatku sanggup tertawa lagi. Menceritakan banyolan-banyolan yang menceriakan hariku lagi. Aku merasa bodoh menangisimu, kamu hanya seorang laki-laki tak setia. Percuma aku menangisi kepergianmu, toh kamu sudah punya wanita lain.
”Mi, aku punya hadiah buat kamu. Mau nggak?”
”Hadiah apaan?”, aku sumringah. Andi paling pintar membuatku jadi gembira lagi.
”Ini untukmu.”, dia menyerahkan kotak berwarna biru muda dengan sebuah pita merah mungil di pojok kanan atas. Aku membuka kotak tersebut, sebuah kertas terselip di sana bersama cincin putih bermatakan rubi. Kertas di dalamnya aku baca.
Jadilah Milikku, Mau?
Rasanya mau pingsan. Andi melamarku?
Petualangan cintaku sepertinya harus berakhir di sini, bersamanya.
@alvina13 #15HariNgeblogFF hari kelima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar