Senin, 22 November 2010

Peristiwa pagi

Mereka bilang pagi itu menakjubkan
Saat kau tengadah
Dan langit menyapamu dengan jingga
Saat kau melangkah
Dan bumi membasuhmu dengan embun yang basah

Biar dijemput hingar bingar malam
Pagi selalu menenangkan
Seringnya selalu sepi
Hingga kau merasa pagi diperuntukkanmu sendiri

Pagi adalah tempat
Di mana kita mulai berlarian menggores hari
Di mana kita bangun dan menyandingi mimpi

Selalu ada yang istimewa pada pagi
Kelabu kabutnya
Putih awannya
Jingga langitnya

Dan kau, bagiku seperti pagi
Selalu memberikanku sesuatu untuk kudapati

indonesia

Ada yang sudah tau darimana kata indonesia itu berawal? Yaah, sejujurnya saya baru penasaran pagi ini.



Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, George Samuel Windsor Earl (1813-1865)l menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations . Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas,sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau").



Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.



Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):



"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"



Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.



Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian.



Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.



Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.



Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia").





-wikipedia-

narcissus

Di kota Thebes hiduplah seorang peramal yang amat terkenal. Tiresias namanya. Ramalannya selalu tepat. Banyak orang datang kepadanya minta ramalan, petunjuk, dan nasihat.



Adalah peri, mempunyai anak laki-laki bernama Narsisus. Peri itu bertanya pada Tiresias, apakah anaknya dapat hidup sampai tua. Peramal itu menjawab, “Bisa, asal ia tidak pernah mengenal dirinya sendiri.”



Sampai lama sekali, ramalan itu seakan-akan tidak mempunyai arti apapun.



Ketika Narsisus berumur enam belas tahun, ia disukai oleh banyak anak muda dan dicintai oleh banyak gadis. Tetapi ia terlalu sombong, tidak mau memperhatikan orang lain.



Sekali peristiwa, ketika ia bersama teman-temannya sedang memburu seekor rusa, peri Ekho melihatnya. Ekho tidak dapat bercakap-cakap, tapi juga tidak dapat berdiam diri kalau ada orang sedang bercakap-cakap. Ia hanya dapat mengucapkan kata-kata terakhir kalimat yang diucapkan orang lain. Ini akibat kutukan Yuno. Konon Yuno sangat marah kepada Ekho, karena Ekho mengajak berbicara terlalu lama untuk mengorek keterangan apa yang sedang dilakukan oleh suami Yuno, Yupiter.



Ketika dilihatnya Narsisus berjalan-jalan di dalam rimba, Ekho jatuh cinta. Dengan sembunyi-sembunyi ia mengikuti jejak Narsisus. Betapa besar keinginannya hendak mengajak berbicara dan membisikkan kata-kata yang lembut ke telinga Narsisus. Tetapi hal itu tidak dapat dilakukannya. Ia tidak mampu berbicara terlebih dahulu. Ia hanya dapat menunggu sampai Narsisus berbicara, lalu mengikuti dengan kata-katanya sendiri.



Pada suatu ketika, Narsisus terpisah dari teman-temannya. Ia pun berseru, “Apakah ada orang di sini?”

Ekho menjawab, “Di sini!”

Narsisus melihat ke sekeliling dengan heran. “Datanglah kemari!” teriaknya.

Sahut Ekho, “Datanglah kemari!”

Sekali lagi Narsisus memandang ke sekeliling dan seorang pun tak ada yang muncul. Ia berseru lagi, “Mengapa engkau menghindari aku?” Sekali lagi kata-kata yang sama terdengar olehnya. Ia berdiri tegak dan berdiam diri, bertanya dalam hati, suara siapakah gerangan itu. Lalu ia berseru, “Mari kita bertemu di sini!”

“Bertemu di sini!” jawab Ekho, lalu keluar dari tempat persembunyiannya, menghampiri Narsisus. Ingin sekali ia berdampingan. Tetapi Narsisus lari, sambil berseru, “Jangan sentuh aku! Lebih baik aku mati sebelum engkau menyentuh aku!”

“Sebelum engkau menyentuh aku!” sahut Ekho. Dan Ekho pun tidak dapat berbicara lebih lanjut.



Cintanya ditolak. Hal itu dirasakannya sebagai penghinaan. Ia bersembunyi di hutan. Ditutupinya wajahnya yang kemerah-merahan karena malu dengan dedaunan. Kemudian ia hidup sendiri di gua-gua. Cintanya tak padam. Bahkan semakin menyala karena ditempa oleh kesedihan. Karena kurang tidur dan dirundung sedih, badannya semakin susut. Ia makin kurus. Semua zat yang mengandung air di dalam tubuhnya menguap ke udara. Hanya tinggal tulang-tulang dan suaranya. Suaranya masih tetap kedengaran. Tulang-tulangnya menurut cerita orang telah berubah menjadi batu. Ia tetap bersembunyi di hutan-hutan dan tidak pernah terlihat lagi di bukit-bukit. Namun semua orang dapat mendengar suaranya. Suaranyalah yang masih hidup.



Bukan Ekho saja yang telah dihina oleh Narsisus. Juga pemuda-pemuda temannya sendiri. Akhirnya salah seorang pemuda yang menderita karena perlakuan Narsisus, berdoa kepada dewa-dewa, “Semoga ia jatuh cinta seperti Ekho, tetapi terhadap dirinya sendiri. Dan semoga ia tidak dapat memperoleh apa yang dicintainya!” Doa itu rupanya didengar juga oleh Dewi Nemesis.



Di tengah-tengah rimba ada sebuah kolam dengan air jernih cemerlang. Tempat itu belum pernah dikunjungi oleh gembala atau ternak yang merumput di bukit-bukit. Tidak pernah ada burung yang datang ke sana. Bahkan ranting patah pun yang jatuh dari pepohonan di sekitarnya tidak pernah mengusik ketenangan permukaan air. Di sekitar kolam itu ada tanah datar berumput yang sejuk.



Datanglah Narsisus ke tempat itu. Ia senang melihat keteduhan di tempat itu, lalu berbaring di tepi kolam. Memandanglah mukanya ke permukaan air yang jernih. Tampak bayangan wajah di dalam air. Dipandangnya dengan penuh keheranan. Ia tertegun memandang mata yang cemerlang, pipi yang lembut, leher yang halus seperti gading, dan wajah yang cantik.



Ia tidak mengetahui bahwa yang dipandangnya itu bayangan wajahnya sendiri. Ia pun jatuh cinta kepada wajahnya yang rupawan itu. Dan wajah di dalam air itu pun memandang kepada Narsisus dengan sepenuh cinta kasih.

Tidak puas-puasnya ia memandang bayangan wajahnya sendiri.



Ia bangkit, merentangkan lengannya lalu berseru kepada pepohonan di sekelilingnya, “O, kalian rimba dan pepohonan! Kalian yang menyaksikan sekian banyak percintaan, adakah orang yang lebih celaka daripada aku? Aku dapat melihat, tetapi tidak dapat menyentuh apa yang aku inginkan. Seakan-akan ada lautan luas yang memisahkan kami berdua. Sebenarnya kami hanya dipisahkan oleh air kolam. Wajahnya selalu memandangku dengan cinta kasih, senantiasa membalas senyumku, bahkan ikut menangis jika aku menangis. Tetapi mengapa ia selalu menghindar dariku?”



Dipandangnya lagi bayangannya sendiri dalam air. Ketika air matanya terjatuh di air, bayangan itu tampak gemetar dan terpecah-pecah.

“Jangan tinggalkan aku!” teriak Narsisus.

Demikianlah ia merana di tepi kolam itu.



Ekho, walaupun marah kepada Narsisus, sangat sedih ketika melihatnya. Kalau Narsisus berseru, “Aduhai!”, Ekho pun mengulangi, “Aduhai!”

Sambil memandang ke permukaan air, Narsisus berkata mesra, “Selamat tinggal, wajah yang aku cintai dengan sia-sia!” Lalu Narsisus meletakkan kepalanya di atas rumput. Maut menutupi matanya yang mengagumi keindahan wajahnya sendiri.



Peri-peri di rimba dan di sungai-sungai berduka cita atas kematiannya, sedang Ekho selalu menjawab tangis peri-peri itu. Mereka menyiapkan penguburannya dengan obor-obor dan timbunan kayu bakar. Tetapi tubuh Narsisus tidak dapat ditemukan, walaupun dicari ke mana-mana. Di tempat tubuhnya terbaring, mereka mendapati sekuntum bunga. Warnanya kuning dikelilingi kelopak-kelopak berwarna putih.



Dikutip dari : Narsisus dan Cerita-Cerita Yunani Purba Lainnya II, Sunindyo, 1977, Pustaka Jaya.

Efek Pauli

Sore ini, hujan yang turun sedari siang telah menyisakan butir-butir gerimis di tepian tanah. Harumnya menguar ke udara, harum yang aku suka seperti damai yang tersebar ke mana-mana. Langit masih berwarna jingga, matahari sudah sampai di peraduannya. Seperti biasa aku dan Kim duduk-duduk di beranda rumah menikmati suasana senja. Biasanya kami saling bertukar cerita tentang kejadian yang kami lihat, alami, amati yang terjadi seharian ini.



Tadi Kim sudah bercerita bahwa hari ini dia menghadapi dosen yang menghabisi tugas research individunya. Tumben, pikirku karena biasanya dia selalu dipuji dosen-dosen mata kuliahnya tapi kali ini akhirnya ada juga dosen yang benar-benar mengimbangi pola pikirnya yang kadang berani. Kim bercerita bahwa dosen seperti inilah yang ia tunggu-tunggu, yang mampu melihat dengan benar dan tidak asal mengiyakan saja pendapat-pendapatnya. Besok ia akan menemui dosen ini lagi, sehingga malam ini tugas research itu harus selesai ia benahi kembali.



Lalu Kim bertanya dengan hariku yang kuhabiskan di laboratorium seharian ini.



” Gimana dengan harimu, Mel ? ”

”Aku? Hari ini spektrofotometer yang akan kupakai rusak. ”, kataku dengan mulut mengerucut.



”Lagi ? Oh Ya ampun, Mel. Terus bagaimana ?”, tanya Kim.

” Akhirnya aku terpaksa pergi menganalisa ke departement pusat, tinggal di sana satu-satunya spektrofotometer yang tersisa. ”, aku memaksakan satu senyum padanya. ”Hahahaha, kau tahu , Mel. Kau mirip sekali dengan Pauli, Wolfgang Pauli. Kau tentunya tahu siapa dia kan ? ”, Kim tertawa.



” Ya, Penemu asas Pauli itu, kan? Tentu saja aku tahu, Kim. Hari-hariku dihabiskan untuk mengikuti aturan elektron yang satu itu. ”, jawabku.

”Eh, memangnya ada apa dengan Pauli ? ”, aku jadi penasaran dan menanyakannya kepada Kim.



”Yang aku ingat, Ketika ada Pauli di suatu tempat maka akan selalu ada alat rusak di sekitarnya. Kurang lebih seperti itulah, sebentar aku ambilkan bukunya. ”, Kim beranjak masuk ke dalam rumah.



Selang beberapa menit kemudian, ia keluar sambil membawa satu buku tipis dan menjinjing tas netbooknya. Saat itu aku tahu, ini pasti benar-benar ada, karena kalau Kim hanya bercanda, dia tidak akan mengeluarkan netbook berharganya itu ke teras rumah.



Buku itu berjudul ”Teori Kuantum For Beginner”, buku yang sudah aku beli dari dulu sekali tapi baru aku buka separuhnya. Aku yakin pasti malah Kim yang sudah selesai membaca hampir semua buku yang ada di rumah ini, termasuk buku-buku kuliah ekonomi miliknya yang dari tebalnya saja sudah menghilangkan minatku untuk membacanya.



” Ini, buka dan bacalah lagi. Sementara itu, aku coba carikan di dunia maya tentang efek pauli itu apa. ”, ia menyerahkan buku Teori Kuantum itu kepadaku lalu membuka netbook dan mulai asyik browsing di layar mungilnya.



” Ini, lihatlah. ”, katanya menunjukkan layar netbooknya sebelum aku selesai membaca tentang Pauli di buku yang kupegang.



Wolfgang Pauli adalah salah satu raksasa Fisika Kuantum yang kita kenal dari SMA dengan Prinsip Pauli-nya. Mungkin kita juga perlu mengenal Prinsip Pauli kedua yang diamati banyak orang di sekitarnya atau lebih dikenal dengan Efek Pauli , yaitu setiap pendekatan oleh Pauli akan mengakibatkan kerusakan pada perangkat di sekitarnya.



- Bahkan konon ledakan yang menghancurkan Departemen Fisika Universitas Bern terjadi waktu kereta yang dinaiki Pauli ke rumahnya di Zurich melewati Bern.



- Fisikawan Casimir bercerita tentang sebuah paparan fisika oleh fisikawan Heitler tentang ikatan homopolar. Pauli tampak menahan kesabaran waktu mendengarkannya. Waktu boleh memberi komentar, Pauli langsung maju. Heitler duduk di sebuah kursi di ujung Podium. Pauli mulai menyerang, “Pada jarak jauh, teori ini salah akibat adanya daya tarik Waals. Pada jarak dekat, kita tahu, jelas-jelas salah juga.” Lalu ia berjalan sambil terus mendekati Heitler. “Namun ada yang memberi pernyataan bahwa sesuatu yang salah baik pada jarak jauh maupun pada jarak dekat, mungkin bisa secara kuantitatif benar pada jarak menengah.” Sekarang ia sudah dekat pada Heitler. Heitler memundurkan kursinya, yang tiba-tiba saja punggungnya patah dan membuat Heitler terjatuh. George Gamow yang juga hadir langsung berteriak, “Efek Pauli!”



- Karena ketakutan akan efek Pauli, seorang fisikawan eksperimental Otto Stern melarang Pauli ada di laboratoriumnya di Hamburg meskipun mereka bersahabat.



- Sebuah alat ukur mahal, tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba berhenti bekerja, walaupun Pauli ternyata tidak ada. James Franck , direktur lembaga ini melaporkan kejadian kepada rekannya Pauli di Zürich dengan pernyataan lucu bahwa setidaknya saat ini Pauli tidak bersalah. Namun, ternyata Pauli berada dalam perjalanan kereta api ke Kopenhagen dan sedang berganti kereta di stasiun kereta api Göttingen pada saat alat itu tiba-tiba berhenti bekerja.



- Pada tahun 1934, Pauli melihat kegagalan dari mobilnya selama tur bulan madu dengan istri keduanya sebagai bukti efek Pauli yang nyata karena terjadi tanpa penyebab eksternal yang jelas.



Efek Pauli, jika itu nyata, akan diklasifikasikan sebagai fenomena makro-psykokinetik.



” Bagaimana ? ”, tanya Kim kepadaku.

Aku masih setengah menahan tawa, bagaimana mungkin seseorang bisa dikait-kaitkan dengan alat rusak.



”Aku.. hahaha.. Aku tak akan percaya kalau tak mengalaminya sendiri. Ya, setidaknya Pauli menjadi seorang ahli teori yang sangat terkenal dan diakui di dunia keilmiahan. Meskipun ternyata dia cukup tidak bersahabat dengan alat-alat eksperimental. ”, Aku tertawa terbahak-bahak.



” Coba kau bandingakn dengan dirimu itu, sudah berapa alat yang tiba-tiba saja rusak ketika kau akan memakainya ? ”, Kim bertanya kepadaku.

”Ya, baru 5 buah sih, tapi itu kesemuanya alat analisis yang mahal. Kalau untuk alat-alat kecil dan sederhana aku tidak begitu mengingatnya. ” , jawabku.



” Ya, aku rasa kau punya kemiripan dengan Pauli . ”, Kim tersenyum sambil menutup netbooknya.



”Asal yang mirip yang baik-baik aja sih, nggak masalah. Ya, setidaknya aku tahu bahwa dari jaman dulu sudah ada seorang scientist yang selalu bermasalah dengan alat. Meski akhirnya dia tetap menjadi ahli yang terkenal. ”, aku menutup bukuku dan mengajak Kim masuk ke dalam rumah.



Di luar rumah, hujan telah berhenti dan malam telah turun sempurna memperlihatkan keanggunannya.







-Solo-

Thanks to my husband atas Info Paulinya

^^

i am -hillary duff-

I'm an angel, I'm a devil
I am sometimes in between
I'm as bad it can get
And good as it can be
Sometimes I'm a million colors
Sometimes I'm black and white
I am all extremes
Try figure me out you never can
There's so many things I am

I am special
I am beautiful
I am wonderful
And powerful
Unstoppable
Sometimes I'm miserable
Sometimes I'm pitiful
But that's so typical of all the things I am

I'm someone filled with self-belief
And haunted by self-doubt
I've got all the answers
I've got nothing figured out
I like to be by myself
I hate to be alone
I'm up and I am down
But that's part of the thrill
Part of the plan
Part of all of the things I am

I am special
I am beautiful
I am wonderful
And powerful
Unstoppable
Sometimes I'm miserable
Sometimes I'm pitiful
But that's so typical of all the things I am

I'm a million contradictions
Sometimes I make no sense
Sometimes I'm perfect
Sometimes I'm a mess
Sometimes I'm not sure who I am

I am special
I am beautiful
I am wonderful
And powerful
Unstoppable
Sometimes I'm miserable
Sometimes I'm pitiful
But that's so typical of all the things I am

I am special
I am beautiful
I am wonderful
And powerful
Unstoppable
Sometimes I'm miserable
Sometimes I'm pitiful
But that's so typical of all the things I am
Of all the things I am
Sometimes I'm miserable
Sometimes I'm pitiful
But that's so typical of all the things I am
Of all the things I am