Aku duduk sendiri di pinggir pantai, melemparkan kulit kerang kecil yang tadi aku kumpulkan kencang-kencang ke dalam laut. Biasanya aku duduk di sini bersamamu, memandangi matahari terbenam, menikmati semilir angin yang bertiup sepoi lalu kita bergenggaman tangan waktu berjalan pulang ke mobil.
Tapi kali ini aku sendiri. Inilah aku tanpamu.
Masih tetap menyukai senja di pantai, mengamati langit yang jingga, menikmati debur ombak yang menjilat lembut kakiku. Mari mengenang hari itu, saat kamu pergi meninggalkanku.
Saat itu senja dan di pantai ini juga, ketika kamu menangis di bahuku. Air mata yang mengalir itu sebenarnya turut menyakiti hatiku, namun bagaimanapun juga aku tahu saat itu kamu membutuhkanku untuk tetap tegar.
”Aku dijodohkan, Mas.”, katamu.
Aku tertawa, dalam hati meragukan perkataanmu. Orangtua macam apa yang jaman sekarang masih menjodohkan anak perempuannya seperti Siti Nurbaya?
”Dimas, aku serius.”, kamu berkata lalu aku terdiam.
Bumi memang berputar, tapi saat itu aku rasa putarannya terlalu kencang sampai aku pusing. Ini pasti bercanda.
”Kamu serius, Wi?”, kataku.
Lalu mengalirlah kisah keluargamu, tentang hutang-hutang Ayahmu. Tentang permintaan seorang lelaki kaya untuk menikahimu.
Ah, kalau saja aku orang kaya seperti dia. Aku yang akan membayar hutang Ayahmu, Wi. Tanpa harus menyerahkan dirimu ke pelukan lelaki lain.
”Maaf, Mas. Aku harus pulang. Mulai sekarang jauhi dan lupakan aku.”, katamu tergugu.
Sekarang aku di sini. Tanpamu. Meski aku berusaha menjauhimu, tapi aku tak mampu melupakanmu. Setiap kali aku bertemu dengan teman-temanmu, aku selalu menanyakan kabarmu. Mereka bilang kamu sudah pindah ke Bandung. Aku tak pernah berani menghubungimu, pun sekadar bertanya keadaanmu. Aku takut, jika aku melihatmu bahagia, aku akan semakin luka karenanya. Tapi aku juga khawatir, apa kamu baik-baik saja bersama lelaki itu?
Matahari genap tenggelam, meski bintang belum banyak yang tampak. Sudah saatnya aku pulang, kembali ke rutinitas tanpamu.
Aku berjalan menuju parkiran mobil, sampai aku melihat seorang wanita duduk di dekat Terios putihku.
”Hai, Mas. Apa Kabar?”
Itu kamu, Wi. Kamu yang nyata di dekatku.
@alvina13 #15HariNgeblogFF Hari kesembilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar