Saya bersyukur punya rumah yang bertebaran buku di mana-mana. Tidak semua ruangan sih, dapur dan kamar mandi serta loteng adalah wilayah bebas dari buku. Sedang sisa ruang lainnya selalu berceceran buku atau kertas-kertas tulisan atau majalah dimana-mana. Suami sebenarnya tipe yang suka kerapian, meski saya juga suka, tapi saya termasuk ibu-ibu yang rela memberikan waktunya untuk menata suasana rumah hanya di pagi hari. Maklum, punya seorang anak kecil bukan perkara mudah untuk membuat suasana rumah rapi, malah kalo rapi berasa ada yang kurang.
Orang-orang terdekat saya tahu, bahwa saya amat suka terhadap buku bacaan, saya punya banyak buku pelajaran di lemari 2x1 meter yang sejujurnya jarang saya baca. Hanya perasaan puas ketika melihat jejeran buku-buku itu di lemari saya. Untuk koleksi bacaan saya, suami menjadikan satu dengan koleksinya, meski dampaknya adalah suasana yang berjejalan dan bertumpukan. Lemari 2x1,5 meter masih kurang buat naruh itu buku-buku. Kayaknya kami butuh satu lemari lagi untuk menampung buku-buku yang kami beli akhir-akhir ini.
Saya bukanlah seorang yang selalu membeli buku baru setiap minggu atau setiap bulannya. paling cepat hanya 6 bulan sekali, meski dalam waktu itu saya bisa membeli sekaligus 5-6 buku. Tapi saya suka membaca, Papa bilang saya mewarisinya dari Mama. Mama adalah wanita yang suka sekali membaca, tiap bulan ia berlangganan majalah dan akibatnya saya juga ikut berlangganan sejak kecil. Bobo, Ananda, Hoplaa, adalah sedikit dari bacaan saya sewaktu kecil. Termasuk di dalamnya buku komik yang biasanya diberikan jika saya juara kelas.
Sampai sekarang, saya membiasakan anak saya untuk menyukai buku sejak kecil. Dari umur 4 bulan, saya sudah membelikannya buku dari kain yang bisa dia remas-remas sehingga nggak perlu khawatir digigit atau dikunyah kunyah sama dia. Setelah mulai bisa duduk, dia mulai saya belikan majalah dari kertas yang ada banyak gambar-gambar dan warna. Terkadang bahkan laporan ptugas praktikum saya ikut jadi korban. Tapi tak apa, beberapa buku mengijinkan untuk mengasah gerak motorik halus anak terutama saat ia membalik halaman buku. Meski demikian, untungnya Oryz bukan tipe pemakan segala, jadi buku-buku itu lebih sering ia robek robek daripada ia masukkan kemulutnya. Mungkin karena rasanya juga nggak enak kali ya. Sampai saat ini, buku dan majalah (dari kertas) koleksi Oryz baru memenuhi dua rak di lemari kotaknya, masih sedikit sih, tapi dia sudah mulai menikmati membaca buku atau majalah kesukaannya.
Sekarang setelah menjadi Ibu, saya bersyukur masih bisa meneruskan hobi membaca dan mengoleksi buku. Meski tidak selalu punya buku baru, kalau sudah kumat saya sering menyewanya dari rental, tentu dengan batas swaktu yang amat terbatas, contohnya Harry Potter atau buku-buku lainnya yang setebal kamus bahasa inggris-indonesia hanya bisa dipinjam selama 3 hari. Tentunya saya lebih suka mengamini deadline itu, karena daripada kena denda saya lebih suka uangnya untuk meminjam buku lainnya lagi. :p
Sekarang saya sedang belajar menulis. Ternyata merangkai cerita fiksi itu TIDAK MUDAH. Saya ulangi, tidak mudah. Susah untuk menentukan klimaks cerita dan endingnya, saya lebih suka menulis puisi meski nggak pernah diterbitin media. Hehehh.. Mungkin saya Cuma bisa menjadi pembaca yang baik daripada sebagai pembaca dan penulis cerita. Biarlah, tidak semua orang harus pintar membaca dan merangkai cerita kan?