Hari itu berjalan baik-baik saja, sampai malam tiba. Inginnya Aya hanya tidur saja dan menikmati mimpi indah setelah seharian itu sibuk mengurusi majalah yang akan naik cetak. Tetapi kemudian Aya ingat tentang Kai semalam, lagipula Ia masih penasaran apakah semalam itu hanya bunga tidurnya atau benar-benar terjadi di lotengnya. Aya memutuskan naik lagi ke loteng setelah siap tidur, ia membawa sebuah Novel, bantal dan tak lupa buku hariannya.
Selang satu jam setelah tengah malam, Aya mulai merasakan kantuk menyergapnya. Ketika hampir saja ia terlelap, sesosok laki-laki mendekati kursinya dan dari balik keremangan malam Aya melihat wajah orang itu. Dia Kai, laki-laki yang semalam sudah mengganggu tidurnya dan malam ini hadir lagi di lotengnya.
“ Kamu.. Kamu lagi sih??”, Kata Aya terkejut.
“ Iya. Aku lagi, emang kenapa? Salah ya? “, Kai mengambil posisi duduk di dekat atap genting.
“ Salah, jelas salah. Kamu datang malem-malem, nggak permisi nggak ngasih tau. Dateng gitu aja kayak hantu. Padahal kemaren kamu bilang kamu bukan hantu.” Omel Aya sambil berdiri dari posisi santainya tadi.
“ Oke.. sorry deh. Kemarin aku naik Bintang jatuh kamu shock gitu. Sekarang aku datang gak bersuara kamu juga kaget. Terus gimana baiknya aku datangnya?”
“ Ketuk pintu dan bertamulah pada jam jam normal. Bukan tengah malam kayak gini. Waktunya istirahat, tau..”, Kata Aya.
“ Hmm.. emangnya Bel rumahmu kedengaran ampe atas sini? Lagian rumahku bukan di tanah, aku sukanya datang lewat angin lewat langit. Sesuatu yang sudah aku kenal dari kecil.” Jawab Kai.
“Teserah, kamu emang nyebelin. Lagian kamu mau ngapain sih ke lotengku terus-terusan?”, Tanya Aya.
“ Baru juga dua kali, duh udah dibilang terus-terusan. Wanita bumi memang cepet ge er ya..”, Jawab Kai sambil tertawa terbahak-bahak.
Aya yang malu mendengar perkataan Kai, mulai merona merah mukanya.
“Oke oke, gini aja, sebagai permohonan maafku, aku tawarkan sesuatu barangkali aja kamu mau.”
“Nawarin apa?”
“Mau nggak aku ajak jalan-jalan?”, Kata Kai.
“Jalan-jalan? Nggak ah, mobilku udah masuk garasi. Aku males ngeluarin lagi. Toh aku sudah kenal betul kota ini, mau mengajakku jalan-jalan ke mana emangnya?” Jawab Aya sekenanya.
“ Siapa juga yang mau ngajak naik mobil. Naik Ang, kuda kesayanganku. “
“Naik kuda? Hahahhaa.. Kamu aneh. Jadi tadi kamu kesini naik kuda? Kok nggak denger kamu buka pagar rumahku ya.”, Kata Aya.
“ Hahahhaa.. Kuda terbang, Ayaaaa… Kita lihat kotamu ini malam hari dari ketinggian angkasa. Mau nggak?”, Setelah mendengar penjelasan Kai, Aya malu malu mengangguk dan berkata, “Ya.. Mau.”
Tiba-tiba seekor kuda berwarna putih datang dari langit, surai dan ekornya berwarna keemasan. Dengan sebuah tanduk berwarna emas terang menempel di ujung dahinya. Sinar bulan yang menimpanya membuat warna keemasan itu berpendar ke segala arah, memberikan kesan keemasan pada seluruh permukaan tubuhnya.
“Unicorn...”, bisik Aya.
“Iya, kenapa? Kaget lagi? Ini kan kuda yang kemaren. Kenalkan ini Ang, salah satu dari yang terakhir ada. “, kata Kai.
Kemudian mereka menjelajahi malam dibawah sinar bulan. Gemerlap lampu kota memberikan pemandangan eksotis tersendiri bagi Aya, ia tak pernah melihat pemandangan seindah itu. Lampu itu seperti manik manik yang tersulam dalam gelapnya malam, kerlipnya bagai terpantulkan sinar rembulan. Mengisi tiap sudut dan sisi kota, seluas mata memandang. Terus beranjak ke utara, sampai akhirnya kuda itu berhenti di hamparan pasir putih dengan gemuruh ombak yang sedang pasang.
“ Ngapain ke pantai? “, tanya Aya.
“ Nggak tau, suka aja ama pantai, apalagi kalau malam begini. Memangnya mau kemana lagi?”, Kata Kai.
Angin pantai yang berhembus membuat Aya kedinginan. Ia menggigil dan mulai berjalan menyusuri pantai, untuk membakar kalorinya dan memberikan sedikit rasa hangat ditubuhnya.
“Nih, pakai jasku aja. Maaf, aku tadi lupa mengingatkanmu untuk membawa jaket.”, Kata Kai sambil melepas Jas tuksedonya dan menyerahkannya pada Aya.
“Sebenernya kamu ini siapa sih?”, Tanya Aya.
“Aku? Hmm.. Kenapa mau tahu aku?”
“Heh, saya mungkin udah setengah nggak waras. Malam malam buta naik kuda terbang ama cowok yang sama sekali nggak saya kenal, dan herannya saya mau aja diajak.”, kata Aya sambil mencak-mencak.
“Hahahahaha.. Ya, baiklah. Saya perkenalkan diri dulu. Nama saya Kai, saya tinggal di Fairyland kota seribu peri. Oke, puas?”
“ Nggak. Kamu pikir saya percaya gitu aja kalo kamu beneran tinggal ama peri. Peri itu nggak ada tau. Mana bisa saya dibohongin..”, kata Aya.
“ Justru kamu tuh yang lagi bohong, kamu pasti percaya ama peri, karena Cuma orang orang yang percaya aja yang bisa ngeliat kami.”
“Maksud kamu?”
“Negeri kami sedang ditimpa bencana, Karena terlalu banyak manusia yang tidak percaya pada peri, alhasil semakin lama jumlah kami semakin berkurang”, jelas Kai.
“Kayak di dongeng Peter Pan itu?”, Tanya Aya.
“Bodoh, itu bukan dongeng, itu nyata. Beneran. Kami tak sanggup hidup jika semakin banyak orang orang yang tak percaya pada kehadiran kami. Dan ternyata imajinasi anak anak yang sebagian besar menjadi sumber kehidupan kami, sekarang mulai padam karena mereka tak lagi menjadi anak anak. Mereka telah menjadi dewasa dan hidup dalam diri anak-anak, tanpa imajinasi dan tanpa mimpi lagi.”
“Lalu kenapa kamu ketemu saya?”
“Saya kagum, kamu sudah dewasa tapi masih punya berpuluh imajinasi dan mimpi yang terkadang hanya dimiliki jiwa anak-anak. Ketika kalian beranjak dewasa, biasanya kehidupan mematikan imajinasi dan mimpi kalian. Kalian jadi takut bermimpi dan tak berani berkhayal.”
“Hmm.. Ya, ya..”
“Eh, aku perkenalkan ke salah seorang sahabatku ya.” Sambil berkata, ia mengeluarkan sesuatu dari balik saku bajunya, seorang peri kecil dengan telinga berujung lancip, dengan sepasang sayap yang kemilau.
“Hai, saya Era”, peri kecil itu terbang mendekati Aya sambil berbisik-bisik di telinganya.
“PERIIII????”, teriak Aya kaget.
“Iya, saya peri.. nggak usah heboh begitulah..”, kata Era.
“Saya.. mimpi atau gimana sih sebenarnya. Terus kalian ada keperluan apa sebenarnya sama saya?”, Tanya Aya.
“Kami minta bantuanmu, Aya. Membuat perubahan di sekitarmu, dengan seluruh kemampuanmu untuk membuat dunia imajinasi hidup kembali.”
“Caranya?”
“Sabar, nanti kalau sudah tiba saatnya akan kami kasih tahu.”
Tiba-tiba Aya tersentak bangun dari tidurnya,
“Duh, ternyata mimpi doank”
Tetapi ia masih mengenakan sebuah jas berwarna putih, adakah ia benar bermimpi?
“Huaaa.. saya beneran ketemu periiiii”, teriak Aya sambil melompat turun dari kursi santainya di loteng. Matahari pagi telah bersinar dan saatnya hidup Aya yang berbeda itu dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar