Semasa kecil dulu, sering aku membayangkan.. jika aku sudah dewasa nanti aku akan memilih pendamping hidup yang tampan, cerdas, baik hati, soleh..dan sebagainya.. pokoknya yang super segalanya. Lalu kami akan menikah di gedung besar, megah, dengan teman teman dari sekolah, kuliah dan satu kantor datang memberikan ucapan selamat. Aku mengenakan gaun putih, panjang, sedikit modern, dengan dua gadis kecil lucu menebarkan bunga di depanku dan dua lagi dibelakangku membantu membawakan gaunku yang panjang terurai.
Setelah aku berjilbab, pandanganku mengenai pernikahan berbeda lagi, aku ingin kelak menikahi seseorang yang sholeh, yang mampu menjadi imam, yang berjuang bersama di jalan dakwah. Seperti ummahat- ummahat yang menjadi aktivis itu. Pernikahan kami diawali dengan ta’aruf, tak ada fase pacaran sebelum menikah dan kami menikah berdasarkan niat yang benar- benar suci. Pernikahan ini diadakan di gedung (juga) tapi ga mewah- mewah amat, sederhana tapi teman teman dan sanak saudara dekat berkumpul semua. Atau menikah di bawah menara Eiffel, seperti impianku dengan teman baikku waktu itu. Bulan madu ke perancis dan eropa..hahaha.. mimpi selalu yang indah indah. Lalu setelah menikah nanti, hidup kami akan dihiasi lembar lembar dakwah (yang sesungguhnya) dengan anak anak kecil lucu yang selalu dapat menghilangkan susah dalam keletihan setiap harinya.
Ternyata, yang namanya mimpi tak selalu harus menjadi nyata. Karena itulah manusia selalu diharapkan dapat mengusahakan yang terbaik bagi hidupnya. Akhirnya aku menikah dengan orang yang sholeh (insya Allah), walau ternyata bukan aktivis seperti teman- teman di SMA dulu. Mampu menjadi imam, baik, sayang, pengertian dan semuanya. Tak ada yang kuharapkan lebih dari dirinya. Walau terkadang beban rindu menjadi aktivis terus mendera hatiku, aku rindu ketika masa SMA dulu, tak pernah sehari pun kami melewatkan diskusi panjang tentang Islam, tentang Palestine, atau tentang cita cita kami dewasa nanti. Ikut training minimal sebulan sekali, berangkat pagi pulang sore, hanya untuk ngurus proposal atau untuk ikut majelis dakwah.
Terkadang ketika mengingat masa masa itu, tak terasa air mata menggenang di sudut mataku. Betapa inginnya aku merasakan hal itu lagi..
Tapi Allah pasti memberi yang terbaik bagi hamba- Nya, ya kan?
Tak pernah aku menyesal menikah di usia yang masih muda ini, melahirkan di usia muda dan mengasuh anak sambil meneruskan study. Tak pernah menyesal pula aku menikah dengan suamiku, karena sedemikian pengertiannya dia terhadapku, sedemikian besar dukungannya terhadap studyku dan sedemikian sayangnya dia terhadapku dan buah hati kami.
Aku percaya, Allah memberikan yang terbaik bagi kami, bagi aku khususnya. Aku tak pernah meminta lebih..hanya meminta yang terbaik..terbaik..itu saja sudah jauh lebih cukup..
Untuk teman temanku seperjuangan..
Maaf, aku ga bisa dateng.. bukan karena aku tak mau.
Aku ingin sekali dateng..
tapi aku ga bisa.. maaf..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar