Senin, 04 Januari 2016

Jalan-jalan ke lima klaster di Museum Sangiran

Sangiran merupakan salah satu situs warisan yang berharga bagi masyarakat dunia. Jejak penelitian di sini menunjukkan bahwa Sangiran adalah lokasi terjauh dari persebaran manusia purba mulai dari Afrika. Pencarian fosil di Sangiran juga sudah berlangsung sejak abad 18, saat itu masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Balung buto (bhs jawa : Tulang raksasa).
Sangiran terdiri dari lima situs, Krikilan (yang terbesar), Manyarejo (yang terkecil), Bukuran, Ngebung, dan Dayu.

Kemarin saya dan keluarga besar berangkat piknik dengan dua mobil. Jam 09.00 dari rumah eyang di Kalijambe menuju ke Bukuran, kluster pertama yang akan kami kunjungi.






Jalan menuju tempat ini hampir searah dengan situs Krikilan, hanya saja belokannya ke arah lain. Jalannya sudah diaspal dan sebagian besar merupakan cor-coran. Situs Bukuran memiliki halaman parkir yang luas dan karena masih baru, jadi masih panas. Tapi banyak tempat yang bagus dan viewnya juga oke banget buat poto-poto. Kluster yang terletak di desa Bukuran ini berisi teori-teori evolusi, termasuk mutasi, serta penjelasan tentang DNA dan pohon DNA. Lantainya bersih, banyak pendingin ruangan serta tampilan prototype yang modern membuat saya sebagai pengunjung penasaran sekaligus terkagum-kagum dengan Museum ini. Di museum ini saya juga nemu banyaak buku tentang evolusi dan yang berhubungan dengan perkembangan kehidupan manusia.



Timbunan buku di salah satu sudut ruang pameran Klaster Bukuran


Legenda Balung Buto

Perjalanan selanjutnya ke Kluster Manyarejo, tempatnya kecil sih, dan hanya ada satu area pajangan. Jalan menuju ke Manyarejo agak sempit dan lahan parkirnya juga tidak lebar, tetapi sayang untuk dilewatkan. Soalnya di sini pengunjung jadi nambah pengetahuan tentang situs,  serta pekerjaan besar penelitian dan penggalian. Ada satu pameran besar yang menampilkan irisan tanah serta contoh fosil yang terpendam di dalamnya. Di dalam Manyarejo ini juga ada legenda tentang Balung Buto, sebutan untuk fosil yang ditemukan sejak jaman dulu.

 





Ruang pameran penggalian di Manyarejo

Tokoh-tokoh penting berhubungan dengan fosil di Sangiran
Berikutnya kami pergi ke klaster Ngebung. Jalanannya masih belum banyak kendaraan sih, kanan kiri juga masih pemukiman penduduk. Kluster yang besar ini konon merupakan lokasi pertama kali penggalian dengan hasil yang menakjubkan. Di dalam kluster Ngebung, pengunjung dapat mengenal tokoh-tokoh utama yang berperan penting dalam penggalian fosil di Sangiran seperti Raden Saleh, J.C. van Es, Eugene Dubois, G.H.R von Konigswald, ditampilkan secara interaktif dengan informasi yang lengkap baik secara visual maupun digital. Di bagian akhir museum, ada pameran rangka Stegodon yang amat besar berserta penjelasannya. Ada buku tentang evolusi juga, terbitan tahun 1837, tapi sayang nggak sempat saya foto dan Cuma saya baca sekilas. Soalnya itu buku ditempel ke mejanya XD

Berikutnya kami pergi ke Krikilan. Di sini jauh lebih ramai pengunjungnya dibandingkan klaster lainnya. Mungkin karena sebagian besra orang hanya tahu kalau Sangiran itu ya Krikilan ini. Atau mungkin juga karena situs ini merupakan klaster terbesar dari yang lainnya. Halaman parkirnya besar, sudah banyak tersedia warung makan dan penjaja oleh-oleh khas Sangiran. Kaos, sandal, perhiasan sampai batu akik yang disebut Mani Gajah, bisa anda temukan di situs ini. Situs Krikilan berisi mulai dari Teori Big Bang sampai dengan era keemasan Homo Erectus.

Setelah Krikilan, kami singgah dulu ke Menara Pandang. Letaknya agak jauh dari kluster Krikilan. Dulunya, menara pandang ini adalah tempat museum Sangiran pertama kali berlokasi. Dari sini Anda bisa melihat penampakan Klaster Krikilan dari atas dan hamparan persawahan dan perumahan penduduk sekitar.

Perjalanan selanjutnya adalah Klaster Dayu. Letaknya paling jauh dari klaster lainnya, karena masuk ke Kabupaten Karanganyar. Sebelumnya kami singgah dulu untuk makan siang dan beristirahat. Jalan kakinya cukup melelahkan, meski puas juga mata menikmati pameran di tiap museum tadi.

Kluster berundak-undak di Dayu
Masuk ke Klaster Dayu, saya sempat tertipu, karena dari depan klaster ini nggak kelihatan besar sama sekali. Parkirannya juga nggak lebar, cenderung sempit kalau untuk mobil. Tapi Bus kecil saya rasa bisa sih masuk ke sini. Klaster Dayu berisi lapisan-lapisan tanah purba. Klaster Dayu terdiri dari 3 anjungan, Arena bermain yang cukup luas, 7 besar gazebo sebagai tempat berteduh, serta Diorama dan Galeri pameran yang luas. Di tiap-tiap anjungan ada permainan interaktif menggunakan layar sentuh yang membuat anak-anak menjadi tertarik dan penasaran untuk mencobanya. Tentu saja permainannya berhubungan dengan situs purbakala. Kalau di klaster-klaster sebelumnya jalannya yang berupa tangga hanya sedikit, di klaster ini malah sebagian besar berupa tangga. Alhasil bikin kaki capek naik turun, makanya saya sarankan klaster ini sebagai klaster terakhir untuk dikunjungi. 

Gazebo dan taman bermain di Dayu

Setelah selesai dan puas beristirahat, jam menunjukkan pukul 3 sore, kami pulang deh. Kaget dan kagum serta bangga juga sih, dekat rumah eyang ada museum dengan interior modern dan fasilitas umum yang apik. Toilet dan mushola juga tersedia di setiap situsnya, bersih pula. 

Jadi kalau kamu liburan ke Solo, coba deh berkunjung ke Museum Sangiran dan semua klasternya. ^^


3 komentar:

  1. wah.. baru tau kalo museum sangiran ternyata ada 5 kluster :) jadi kemarin hanya mampir ke museum manusia purba aja..

    salam kenal ya :)

    BalasHapus
  2. waaah, iya saya juga baru tau kemarin mbak. hahahah.. salam kenal juga. terima kasih sudah mampir yaa

    BalasHapus