Minggu, 21 Juli 2024

Haji dan Cerebritis (2)

 



Akhir tahun kemarin dapat berita bahwa tahun ini nomor porsi haji saya dan suami keangkut. Panik? Sakpole. Sebelumnya di aplikasi terjadwal tahun 2025, jadi begitu dapat berita keangkut tahun 2024, antara nangis sedih panik sekaligus seneng. Suami selalu menguatkan pokoknya kalau Allah sudah mengundang, percaya saja Allah akan beri jalan.


Qadarullah setelah melakukan pelunasan, Februari 2024 saya terkena abses otak. Saat itu saya sadar kalau selama ini saya sombong. Yang saya khawatirkan selama ini adalah anak anak, nanti siapa yang urus bagaimana kalau ngga ada emaknya. Eh dengan gampangnya Allah nunjukin, ngga ada saya pun anak anak masih terurus dengan baik. Sekolahnya, ekskulnya, sampai ke latihan event tahunan sekolah juga Alhamdulillah lancar. Saya kemudian memasrahkan semuanya kepada Allah. Hanya Allah yang Maha Pemelihara, maka saya mohon Ia memelihara saya dan seluruh keluarga saya, termasuk keluarga besar saya. 


Mei 2024 saya masih masa pemulihan, dokter selalu berpositive thinking kalau saya bisa berangkat haji. Saya pasrah sama Allah. Isinya dari tahun kemarin sampai saat ini memang cuma pasrah dan berusaha semaksimal kami. Awal Juni berangkat ke Madinah lewat Jakarta. Selain dibekali bekal obat sebulan, dokter juga udah ngasih surat pengantar kalau kalau terjadi apa apa selama di Arab nanti (yang Alhamdulillah ngga perlu kepake tuh surat). Kepala saya sudah amat berkurang nyerinya, tapi tetap saya bawa itu obat buat jaga-jaga kalau saya kenapa-napa lagi. Ada juga obat buat perut karena sebelum berangkat saya sempat kena tipus dan dirawat di rumah mertua XD


Dokter bilang ada infeksi pencernaan juga mungkin karena konsumsi antibiotik terus menerus dalam jangka panjang, jadi lambung saya rada senewen. Yang satu lagi adalah obat buat nyeri kaki, karena sejak antibiotik saya dihentikan, kaki saya mulai sering terasa kesemutan dan kebas terus menerus sepanjang hari setiap saat. 


Perjalanan saya ke tanah suci dimulai dari Senin 3 Juni menuju Jakarta, karena biro yang saya daftar, pusatnya ada di Jakarta. Maka keberangkatan jamaah seluruhnya dari Soeta. Kami berangkat 4 Juni sore menuju Madinah, sampai di Madinah stay di Al Ritz Hotel, tidak begitu jauh dari Nabawi. Satu kamar kami berempat, saya dengan tiga orang ibu-ibu lainnya dari Jakarta (paling muda sendiri cuyy). Meski jarak dari hotel ke Nabawi tidak terlalu jauh, tapi kaki saya yang rada bermasalah ini membuat saya ngga bisa jalan dengan speed normal kaya yang lain. Bahkan sama mbah-mbah sekamar aja saya sering ketinggalan. 


Di Madinah enam hari setelah itu pindah ke apartemen transit di daerah Mekah setelah sebelumnya melaksanakan umroh sebagai bagian dari haji. Umroh ini saya pakai golf cart untuk tawaf dan sa'i nya, biayanya 100 riyal untuk sepaket towaf dan sa'i perorang. Satu mobil bisa menampung 10 orang. Waktu umroh pertama ini nih rada banyak tragedi, mungkin karena sebelumnya di Madinah lebih santai terus tiba-tiba harus tawaf yang rada kerja keras, alhasil beberapa jamaah dalam rombongan ada yang drop sakit bahkan sampai tersesat dan terpisah dari rombongan.


Di apartemen transit kami stay cukup lama, sampai menunggu hari pelaksanaan haji yaitu menuju Mina, Arafah dan Muzdalifah. Di Muzdalifah kami murur di dalam bus menuju ke Masjidil haram setelah sebelumnya berdiam di arafah. Sebelum ke Arafah, kami menuju Mina dan menaruh perlengkapan kami di sana, termasuk beberapa perlengkapan untuk lempar jumroh setelah tawaf ifadah, sa'i dan tahalul pertama selesai. Kali ini saya berhasil jalan kaki, ndak pakai golf cart, bahkan sempat sholat ied di pelataran masjid dalam perjalanan menuju Anjum Hotel sebagai titik kumpul.


Jarak tenda Mina kami menuju jamarat tidak begitu jauh, tetapi lagi lagi karena kaki saya lagi ngga bener, jadi saya dan suami jalan di bagian paling akhir rombongan selama lempar jumroh ini. Lempar jumroh dilakukan selama tiga hari, hari pertama menjelang magrib sudah agak sepi. Hari kedua karena cuaca amat sangat panas (sampai 50 der C), ada larangan untuk keluar tenda sebelum jam 4 sore. Alhasil setelah jam 4, buaaanyak jamaah yang turun ke jalan menuju jamarat dan saat lempar jumroh jadi crowded sekali. Amat berdesak-desakan. Hari ketiga kami berangkat setelah subuh dan alhamdulillah cuaca masih sedikit sejuk, orang juga belum begitu padat. Setelah itu rombongan bersiap untuk kembali ke transit. Sebelum pindah ke Mekah, kami masih city tour dulu ke Thaif, semacam daerah dataran tinggi yang agak sejuk.


Pindah ke Mekah kami stay di Hotel Anjum, kamarnya suempit karena harus dipenuhi empat bed. Hampir ngga ada ruang untuk buka koper. Meski makanannya enak, tapi jaraknya juga jauh dengan Ka'bah. Alhasil thowaf juga cuma bisa sehari sekali di waktu pagi. Shalatnya lebih dekat dengan pelebaran masjidil haram atau sering disebut dengan masjid baru, tapi saya biasanya sholat di pelataran saat magrib, isya dan subuh. Dzuhur dan ashar saya sholat di mushola hotel yang tidak nyambung dengan masjidil haram. Jangankan nyambung, azan di masjidil haram aja kaga kedengeran. Tiga hari terakhir kami nyewa kamar sendiri karena insiden tanpa AC di kamar rombongan XD


Secara keseluruhan saya sangat bersyukur bisa melaksanakan haji tanpa kesulitan berarti. Hanya lebih pelan dan tidak bisa terburu-buru. Kepala juga ngga pernah kambuh yang parah, paling cuma kaki aja yang habis dua bungkus konterpen. Untuk penghilang nyerinya biasanya saya minumin parasetamol, meski begitu efeknya hilang yaa nyerinya balik lagi. Yang bagian atas berdenyut denyut sekaligus kebas bagian bawahnya.


Bener sih kalau ada yang bilang haji tuh sebaiknya dilakukan di usia muda, karena memang ibadahnya adalah ibadah fisik. Banyak jamaah dalam rombongan yang sudah sepuh terpaksa membadalkan beberapa hal karena merasa tidak cukup kuat untuk melakukannya sendiri. Atau bila kita berangkat dalam keadaan tak muda lagi, semoga Allah beri kita kekuatan dan kemudahan dalam semua peribadahan haji kelak, Amiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar