Sangiran
merupakan salah satu situs warisan yang berharga bagi masyarakat dunia. Jejak
penelitian di sini menunjukkan bahwa Sangiran adalah lokasi terjauh dari
persebaran manusia purba mulai dari Afrika. Pencarian fosil di Sangiran juga
sudah berlangsung sejak abad 18, saat itu masyarakat sekitar menyebutnya
sebagai Balung buto (bhs jawa : Tulang raksasa).
Sangiran terdiri dari lima situs, Krikilan (yang terbesar), Manyarejo (yang terkecil), Bukuran, Ngebung, dan Dayu.
Sangiran terdiri dari lima situs, Krikilan (yang terbesar), Manyarejo (yang terkecil), Bukuran, Ngebung, dan Dayu.
Kemarin saya dan keluarga besar berangkat piknik dengan dua mobil. Jam 09.00 dari rumah eyang di Kalijambe menuju ke Bukuran, kluster pertama yang akan kami kunjungi.
Jalan menuju tempat ini hampir searah dengan situs Krikilan, hanya saja belokannya ke arah lain. Jalannya sudah diaspal dan sebagian besar merupakan cor-coran. Situs Bukuran memiliki halaman parkir yang luas dan karena masih baru, jadi masih panas. Tapi banyak tempat yang bagus dan viewnya juga oke banget buat poto-poto. Kluster yang terletak di desa Bukuran ini berisi teori-teori evolusi, termasuk mutasi, serta penjelasan tentang DNA dan pohon DNA. Lantainya bersih, banyak pendingin ruangan serta tampilan prototype yang modern membuat saya sebagai pengunjung penasaran sekaligus terkagum-kagum dengan Museum ini. Di museum ini saya juga nemu banyaak buku tentang evolusi dan yang berhubungan dengan perkembangan kehidupan manusia.
Timbunan buku di salah satu sudut ruang pameran Klaster Bukuran |
Legenda Balung Buto |
Perjalanan
selanjutnya ke Kluster Manyarejo, tempatnya kecil sih, dan hanya ada satu area pajangan.
Jalan menuju ke Manyarejo agak sempit dan lahan parkirnya juga tidak lebar,
tetapi sayang untuk dilewatkan. Soalnya di sini pengunjung jadi nambah
pengetahuan tentang situs, serta
pekerjaan besar penelitian dan penggalian. Ada satu pameran besar yang
menampilkan irisan tanah serta contoh fosil yang terpendam di dalamnya. Di dalam
Manyarejo ini juga ada legenda tentang Balung Buto, sebutan untuk fosil yang
ditemukan sejak jaman dulu.
Ruang pameran penggalian di Manyarejo |
Tokoh-tokoh penting berhubungan dengan fosil di Sangiran |
Berikutnya kami pergi ke klaster Ngebung. Jalanannya masih belum banyak
kendaraan sih, kanan kiri juga masih pemukiman penduduk. Kluster yang besar ini
konon merupakan lokasi pertama kali penggalian dengan hasil yang menakjubkan.
Di dalam kluster Ngebung, pengunjung dapat mengenal tokoh-tokoh utama yang
berperan penting dalam penggalian fosil di Sangiran seperti Raden Saleh, J.C.
van Es, Eugene Dubois, G.H.R von Konigswald, ditampilkan secara interaktif dengan
informasi yang lengkap baik secara visual maupun digital. Di bagian akhir
museum, ada pameran rangka Stegodon yang amat besar berserta penjelasannya. Ada
buku tentang evolusi juga, terbitan tahun 1837, tapi sayang nggak sempat saya
foto dan Cuma saya baca sekilas. Soalnya itu buku ditempel ke mejanya XD
Berikutnya
kami pergi ke Krikilan. Di sini jauh lebih ramai pengunjungnya dibandingkan
klaster lainnya. Mungkin karena sebagian besra orang hanya tahu kalau Sangiran
itu ya Krikilan ini. Atau mungkin juga karena situs ini merupakan klaster
terbesar dari yang lainnya. Halaman parkirnya besar, sudah banyak tersedia
warung makan dan penjaja oleh-oleh khas Sangiran. Kaos, sandal, perhiasan
sampai batu akik yang disebut Mani Gajah, bisa anda temukan di situs ini. Situs
Krikilan berisi mulai dari Teori Big Bang sampai dengan era keemasan Homo
Erectus.
Setelah
Krikilan, kami singgah dulu ke Menara Pandang. Letaknya agak jauh dari kluster
Krikilan. Dulunya, menara pandang ini adalah tempat museum Sangiran pertama
kali berlokasi. Dari sini Anda bisa melihat penampakan Klaster Krikilan dari
atas dan hamparan persawahan dan perumahan penduduk sekitar.
Perjalanan
selanjutnya adalah Klaster Dayu. Letaknya paling jauh dari klaster lainnya,
karena masuk ke Kabupaten Karanganyar. Sebelumnya kami singgah dulu untuk makan
siang dan beristirahat. Jalan kakinya cukup melelahkan, meski puas juga mata
menikmati pameran di tiap museum tadi.
Kluster berundak-undak di Dayu |
Masuk ke
Klaster Dayu, saya sempat tertipu, karena dari depan klaster ini nggak
kelihatan besar sama sekali. Parkirannya juga nggak lebar, cenderung sempit
kalau untuk mobil. Tapi Bus kecil saya rasa bisa sih masuk ke sini. Klaster
Dayu berisi lapisan-lapisan tanah purba. Klaster Dayu terdiri dari 3 anjungan, Arena
bermain yang cukup luas, 7 besar gazebo sebagai tempat berteduh, serta Diorama
dan Galeri pameran yang luas. Di tiap-tiap anjungan ada permainan interaktif
menggunakan layar sentuh yang membuat anak-anak menjadi tertarik dan penasaran
untuk mencobanya. Tentu saja permainannya berhubungan dengan situs purbakala.
Kalau di klaster-klaster sebelumnya jalannya yang berupa tangga hanya sedikit,
di klaster ini malah sebagian besar berupa tangga. Alhasil bikin kaki capek
naik turun, makanya saya sarankan klaster ini sebagai klaster terakhir untuk
dikunjungi.
Gazebo dan taman bermain di Dayu |
Setelah
selesai dan puas beristirahat, jam menunjukkan pukul 3 sore, kami pulang deh.
Kaget dan kagum serta bangga juga sih, dekat rumah eyang ada museum dengan
interior modern dan fasilitas umum yang apik. Toilet dan mushola juga tersedia
di setiap situsnya, bersih pula.
Jadi kalau
kamu liburan ke Solo, coba deh berkunjung ke Museum Sangiran dan semua
klasternya. ^^