Seperti bulan di malam hari, sendirian, padahal di tengah keramaian langit berbintang. Atau seperti sinar matahari yang jatuh di bayang-bayang perbukitan, menjadikan dua kesepahaman, satu terang satu gelap. Seperti itulah yang terjadi pada kita. Halimun pagi mungkin masih sanggup mendinginkan suasana, menyisakan ruang bagi paru-paru untuk menikmati udara. Tapi tidak demikian menjelang siang, kabut yang hilang, mentari yang garang, dan kita memisahkan diri menjadi dua pribadi kesepian.
Bersamamu aku hidup dalam bayang-bayang. Dalam semesta yang terduakan, terbedakan, menjadi luka yang perih terderakan. Selalu seperti dulu, kita berjalan di dua jalan yang bersisian, seperti rel yang kadang kita telusuri sampai lelah kita berjalan. Adakah harapan jika di setiap doa selalu terselip pertanyaan? Adakah asa jika di setiap hari jika yang ada hanyalah penantian dan keteraturan.
Terkadang membersamaimu aku merindui ketidak teraturan. Sedikit kejutan manis sederhana di pagi hari, atau bebas tidur sampai siang hari, bangun ditemani secangkir teh dan setangkup roti. Namun toh tidak ada yang salah dengan keteraturan ini,
Aku menghirup dan menghembuskan nafas pelan-pelan. Agar ketenangan masuk dan merambati pembuluh darahku perlahan-lahan, agar kunikmati pagi ini dengan senyuman di pelataran.
Hidup itu tak mudah, tak pernah mudah, aku meyakini diri sendiri. Dan semuanya berawal dari pilihan, dari lengkung hati kita yang berkehendak dan memutuskan.
-Solo-
020811